Selasa, 30 September 2008

Sebuah Pemergian Tak Terlepaskan




Dia pernah datang dengan lengguknya yang paling manis
menyimpuhkan diri tertib di hadapanku
dan aku tidak pernah puas
memandang ayunya yang terlindung sebalik selendang
mengintai senyumnya yang malu-malu
ditebarkan sepanjang detik kunjungan itu.

Ketika kurasakan manisnya lirik mata yang menjeling
dan ayu senyum yang tergaris di juring bibir seulas itu
Dia perlahan-lahan bangkit dari simpuh sopannya
melangkah lembut tinggalkan ayun lenggang manis
melambai dengan pandangan sayu
dan menghilang dalam kabus pagi
yang dingin terpalit embun
yang segar tergaris titis gerimis semalam

Aku mengharapkan datangnya itu lebih lama
menginginkan simpuhnya itu lebih ayu
mengimpikan renung lembutnya yang berpanjangan
nanti bila rindu, siapa akan bebatkan
nanti bila sepi, pada siapa terluah rintih ini

Ketika bayangnya menipis dan menghilang
baru terasa kesepian pun kembali meraja
kekosongan pun datang semula
Masihkah punya detik untuk kutemu simpuhnya lagi
Tahun hadapan?


Tiada ulasan: